- Pemalasan sosial
Temuan Triplett menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugas-tugas motorik, adanya orang lain menimbulkan kompetisi sehingga merangsang peningkatan energi orang. Akibatnya, terjadi peningkatan performa. Inilah yang dinamakan efek fasilitatif. Keberadaan orang lain memfasilitasi kinerja individu menjadi lebih baik
Akan tetapi, tak selamanya kehadiran orang lain atau kelompok mampu memfasilitasi kinerja individu. Zajonc (1965) memperkenalkan teorinya yang disebut Drive theory. Menurut teori ini, kehadiran orang lain menyebabkan individu berada pada kondisi siaga sehingga terjadi rangsangan atau peningkatan motivasi. Rangsang tersebut berfungsi sebagai pendorong (drive) munculnya respons dominan (sering muncul, kebiasaan) pada situasi itu. Jika respons dominan benar (tingkah laku/tugas serasa mudah), maka kehadiran orang lain menyebabkan peningkatan performa. Sebaliknya, jika respons dominan salah (sulit), maka kehadiran orang lain menurunkan performa
Di dalam kelompok, individu juga dapat mengalami pemalasan sosial (social loafing). Karau dan williams (1993) mendefinisikan pemalasan sosial sebagai ‘reductions in motivation & effort when individuals work collectivelly in a group compared to when they work individually or as independent co-actors’. Jadi, individu menjadi ‘malas’ ketika berada di dalam kelompok. Kelompok membuat motivasi dan usaha individu berkurang. Fenomena ini terjadi pada berbagai konteks dan tugas. Graves dan Peckham (1974) membuktikan hal ini pada aktivitas menarik tali bersama, kemudian Latane, Williams, dan Harkins (1979) pada aktivitas berteriak dan tepuk tangan bersama, dan berbagai penelitian lain juga menunjukkan terjadinya pemalasan sosial baik di laboratorium maupun di luar laboratorium, untuk tugas fisik, kognitif, evaluatif, dan perseptual, serta pada berbagai latar belakang budaya (Vaughan dan hogg, 2005).
Ada beberapa penyebab pemalasan sosial yang dikemukakan para ahli (Vaughan dan Hogg, 2005), antara lain Geen (1991) yang mengemukakan tiga sebab berikut
1. Output equity. Pemalasan sosial terjadi karena anggota kelompok beranggapan bahwa anggota kelompok cenderung bermalas-malasan sehingga mereka mengira teman sekelompok mereka juga bermalas-malasan. Akibatnya, mereka pun bermalas-malasan supaya sama.
2. Evaluation apprehension. Pemalasan sosial terjadi karena identitas individu menjadi tersamar (anonim) ketika berada di dalam kelompok. Hasil kerja individu tidak tampak karena yang dilihat adalah hasil kelompok. Akibatnya, individu yang tidak termotivasi dengan tugas tersebut hanya memberi sedikit kontribusi.
3. Matching to standard. Pemalasan sosial terjadi karena tidak tersedia standar yang jelas untuk membandingkan performa individu. Hal ini karena hasil kerja yang diperhitungkan adalah hasil kerja kelompok.
Selain itu, Latane (1981) mengemukakan penyebab pemalasan sosial adalah besarnya kelompok (Vaughan dan Hogg, 2005). Semakin besar kelompok, semakin besar pula kecenderungan pemalasan sosial. Hal ini terjadi karena akibat sosial (Social Impact) menurun. Instruksi dari instruktur berkurang pengaruhnya jika individu yang diberi instruksi semakin banyak. Jika hanya ada satu individu yang menerima instruksi, maka akibat sosialnya menjadi maksimal. Jika lebih dari satu, akibat sosialnya dibagi-bagi sebanyak individu yang menerima instruksi. Misalnya ada seorang guru memberi tugas ada seorang guru memberi tugas kepada muridnya. Murid yang sendirian menerima tugas itu akan mengalami akibat sosial yang penuh. Ia termotivasi penuh untuk mengerjakan tugas yang diberikan sang guru. Sementara murid yang menerima tugas itu berkelompok akan membagi tanggung jawab kepada teman-temannya, dan ia pun mengurangi usahanya.
- Free rider effect
Selain pemalasan sosial, ada gejala lain yang mirip, disebut Free rider effect adalah orang yang mengambil untung dengan menggunakan fasilitas atau sumber daya milik umum, namun ia tidak mau berkontribusi merawatnya (vaughan dan hogg, 2005). Gejala free rider effect biasanya dikaitkan dengan penggunaan fasilitas umum. Misalnya para pencantol (pencuri) listrik dan penumpang KRL yang tidak beli tiket. Perbedaan antara free rider effect dengan social loafing adalah ada satu tidaknya kontribusi individu untuk kelompok. Pada social loafing, individu masih berkontribusi meski sedikit. Sedangkan free fider sama sekali tidak memberi sumbangan apa pun untuk kelompok (Vaughan dan hogg, 2005; Baron et al.,2008).
- Mengurangi pemalasan sosial dan free rider effect
Free rider effect tentu merugikan bagi kelompok. Vaughan dan hogg merangkum berbagai hasil penelitian tersebut dan mengemukakan empat cara menguranginya :
1. Membuat hasil kerja individual dapat segera dikenali. Kelompok atau pemimpin kelompok harus membuat mekanisme evaluasi yang mengikutsetakan hasil kerja individu anggota kelompok sebagai bahan evaluasi. Selain tiu, harus pula dibuat standar performa yang jelas sebagai acuan kerja individu maupun kelompok.
2. Meningkatkan komitmen orang untuk sukses bersama. Peningkatan komitmen anggota dapat menurunkan pemalasan sosial karena anggota kelompok termotivasi untuk berjuang mencapai tujuan kelompok
3. Menegaskan nilai pentingnya tugas yang dikerjakan. Jika setiap anggota tahu bahwa apa yang ia kerjakan berpengaruh terhadap hasil kerja kelompok, maka anggota cenderung meningkatkan partisipasinya dalam kerja kelompok.
4. Membentuk pandangan bahwa yang dikerjakan setiap orang adalah unik, bukansekedar ‘pengulangan’ atau hal yang serupa tapi dikerjakan oleh orang lain. Anggota kelompok juga perlu diyakinkan bahwa hasil kerja setiap orang itu unik dan diharapkan untuk melakukan tugasnya.
Dikutip dari Buku Psikologi Sosial, Penyunting Sarlito Wirawan dan Eko A Meinarno, Penerbit Salemba Humanika.
muantteeppp ganN..,emangGg tu efek yg sring ada dri klompokKK..,klo klompokK mnurut sya smua trgntung leadernya..,hrus ada yg mngendalikan N mngevaluasinya agr tdk trjadi kcendrungan smacam itu....hehehe
ReplyDeletethax ya GannNN infonya...trims...