Tolong menolong sikap positif yang menjadi ciri khas Indonesia, setidaknya di daerah pedesaan tradisi seperti gotong royong masih bisa ditemui. Saat seseorang dalam kesulitan tentunya ia berharap ada yang menolongnya, apalagi jika kesulitan yang dihadapinya tidak bisa ditangani sendiri. Akan tetapi pada saat apakah kiranya orang akan bersedia menolong,,? Di bawah ini akan dijelaskan faktor-faktor yang membuat seseorang mau menolong orang lain :
- Pengaruh Faktor Situasional
v Bystander
Bystander atau orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian mempunyai peran sangat besar dalam memengaruhi seseorang saat memutuskan antara menolong atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan darurat.
Efek Bystander terjadi karena :
· Pengaruh sosial (Social Influence), yaitu pengaruh dari orang lain yang dijadikan sebagai patokan dalam menginterpretasi situasi dan mengambil keputusan untuk menolong, seseorang akan menolong jika orang lain menolong
· Hambatan penonton (Audience Inhibition), yaitu merasa dirinya dinilai oleh orang lain (evaluation apprehension) dan risiko membuat malu diri sendiri karena tindakannya menolong yang kurang tepat akan menghambat orang untuk menolong
· Penyebaran tanggung jawab (Diffusion Of Responsibility) membuat tanggung jawab untuk menolong menjadi terbagi karena hadirnya orang lain.
v Daya tarik
Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban secara positif (memiliki daya tarik) akan memengaruhi kesediaan orang untuk memberikan bantuan. Apapun faktor yang dapat meningkatkan ketertarikan bystander kepada korban, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya respons untuk menolong (Clark, dkk, 1987, dalam Baron, Byrne, Branscombe, 2006).
Hal ini sering dimanfaatkan oleh iklan produk kecantikan yang menggambarkan seorang wanita cantik akan membuat banyak pria menolongnya. Adanya ‘kesamaan’ antara penolong dengan orang yang akan ditolong juga meningkatkan kemungkinan terjadinya tingkah laku menolong. Seseorang cenderung akan menolong orang yang dalam beberapa hal mirip dengan dirinya (Krebs, 1975, dalam Deaux, Dane, Wrightsman, 1993).
v Atribusi terhadap korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang lain bila ia mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan korban adalah di luar kendali korban (Weiner, 1980). Oleh karena itu, seseorang akan lebih bersedia memberikan sumbangan kepada pengemis yang cacat dan tua dibandingkan dengan pengemis yang sehat dan muda.
v Ada model
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan teori belajar sosial, adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan kepada orang lain.
v Desakan waktu
Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong, sedangkan orang yang punya waktu luang lebih besar kemungkinannya untuk memberikan pertolongan kepada yang memerlukannya (Sarwono, 2002).
v Sifat kebutuhan
Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa korban benar-benar membutuhkan pertolongan (Clarity Of Need), korban memang layak mendapatkan bantuan yang dibutuhkan (Legitimate Of Need), dan bukanlah tanggung jawab korban sehingga ia memerlukan bantuan dari orang lain (Atribusi Eksternal) (Deaux, Dane, Wrightsman, 1993).
Dengan demikian, orang yang meminta pertolongan akan memiliki kesempatan yang lebih besar untk ditolong daipada orang yang tidak meminta pertolongan (walau ia sesungguhnya juga butuh pertolongan) karena permintaan tolong korban membuat situasi pertolongan menjadi tidak ambigu.
Dikutip dari Buku Psikologi Sosial, Penyunting Sarlito Wirawan dan Eko A Meinarno, Penerbit Salemba Humanika.
No comments:
Post a Comment