Wednesday, June 25, 2014

Teori Anak tentang Pikiran

Teori tentang pikiran mengacu pada kesadaran seseorang akan proses mentalnya dan proses mental orang lain. Anak-anak yang masih sangat belia pun memiliki keingintahuan akan hakikat pikiran manusia (Flavell, 1999, 2004; Harris, 2006; Wellman, 1997, 2000, 2004). Teori mereka tentang pikiran, berubah sepanjang masa kanak-kanak. Ketika berusia 2 sampai 3 tahun, anak-anak mulai memahami tiga tahapan mental.
  • Persepsi.
Anak-anak menyadari bahwa orang lain melihat apa yang ada di depan mata orang itu, bukan semata-mata dari sudut pandang si anak. Contohnya saat melihat badut, anak menyadari bahwa bukan hanya mereka yang melihat sosok badut tersebut, tapi juga orang lain.
  • Keinginan.
Anak-anak memahami bahwa jika seseorang ingin sesuatu ia akan berusaha mendapatkannya. Seorang anak mungkin berkata, “ Aku ingin ibuku, aku ingin mainan, aku ingin es krim dst”, dalam mewujudkan apa yang diinginkannya.
  • Emosi.
Anak-anak dapat membedakan antara emosi-emosi positif dan negatif. Emosi positif contohnya merasa bahagia dan emosi negatif contohnya merasa sedih. Sehingga seorang anak dalam menunjukkan emosi, biasanya mengungkapkan “Aku Senang…” untuk menunjukkan emosi positif yang dia rasakan.
Terlepas dari perkembangan-perkembangan tersebut, anak yang berusia 2 sampai 3 tahun hanya memiliki pemahaman minimal tentang bagaimana kehidupan mental dapat dihubungkan dengan perilaku. Mereka berpikir bahwa orang-orang yang berada di bawah kekuasaan hasrat mereka, seperti misalnya orang tua, kakek nenek, dst. Serta mereka tidak memahami bagaimana kepercayaan mempengaruhi perilaku. 
Ketika berusa 4 sampai 5 tahun, anak-anak mulai memahami bahwa pikiran dapat merepresentasikan objek dan peristiwa secara akurat dan tidak akurat. Pemahaman bahwa orang kadang memiliki keyakinan yang keliru (false belief) berkembang pada mayoritas anak berusia 5 tahun (Wellman, Cross, dan Watson, 2001). Contohnya dalam sebuah studi, sebuah kotak obat-obatan ditunjukkan kepada anak-anak, lalu anak tersebut ditanya apa kira-kira isi dari kotak itu (Jenkins dan Astington, 1996). Ketika peneliti menanyakan apa kira-kira isi dari kotak, menurut anak yang belum pernah membuka kotak tersebut, anak berusia 3 tahun lazimnya menjawab “pensil”. Anak-anak berusia 4 dan 5 tahun, yang memahami keyakinan keliru anak lain, sambil tersenyum mengatakan bahwa isi dari kotak itu adalah “obat-obatan”. 
Baru setelah melewati tahun-tahun prasekolah, anak memiliki apresiasi yang mendalam tentang pikiran itu sendiri, yakni bahwa pemikiran itu lebih dari sekedar “bagian-bagian mental” (Wellman, 2004). Pada pertengahan atau akhir masa kanak-kanak, anak-anak melihat pikiran sebagai sebuah konstruktor pengetahuan yang aktif atau pusat pemrosesan informasi (Flavell, Green, dan Flavell, 1995). Pemahaman anak beralih, dari pemahaman bahwa kepercayaan bisa saja salah menjadi pemahaman bahwa kepercayaan dan pikiran bersifat “interpretatif”, yakni kesadaran bahwa suatu peristiwa dapat diinterpretasikan secara berbeda (Carpendale dan Chandles, 1996).

No comments:

Post a Comment