Diam itu keburukan, ia merupakan anomali dari kehidupan ini. Ia membahayakan. Apa yang terjadi bila seseorang diam? Mari kita lihat.
Ketika menjadi balita, si pendiam takkan tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat. Ia akan membuat cemas dan khawatir orang-orang terdekatnya. Bahkan, kematian akan lebih cepat mengunjunginya.
Ketika menjadi murid, si pendiam takkan tumbuh cerdas. Ia akan selalu ditinggalkan oleh berbagai prestasi dan keunggulan. Ia akan selalu tersingkir dari setiap peluang. Ia akan tertinggal ketika teman-temannya sudah jauh berlari.
Ketika menjadi guru, si pendiam takkan bisa mencerdaskan muridnya, bahkan cenderung menyalahkan muridnya sebagai anak yang bodoh dan tidak mau cerdas. Ia sendiri akan tetap bodoh, dan celakanya ia akan memasarkan kebodohannya kepada anak-anak didiknya.
Ketika menjadi karyawan atau bawahan, si pendiam akan menjadi beban perusahaan atau lembaga temapt ia bekerja. Ia tidak bisa diharapkan, dan tidak bisa diandalkan. Perusahaan akan lebih senang kehilangan dia ketimbang mempertahankannya.
Ketika menjadi manajer, si pendiam akan menyia-nyiakan potensi besar di sekitarnya, ia akan membiarkan aset besar di sekelilingnya tidak menghasilkan apa-apa. Ia bahkan, akan mematikan berbagai keunggulan yang seharusnya ia hidupkan.
Ketika menjadi rakyat, si pendiam akan selalu ditipu, dibodohi, dizalimi, dan sangat bergantung pada kebaikan pemimpin. Ia tidak bisa mengurus dirinya, ia hanya bisa merengk, menjerit, memelas kasihan, menyalahkan orang, menyalahkan pemimpin, atau mengumpat nasib. Bahan, ia tidak bisa diajak berubah lebih baik.
Ketika menjadi pemimpin, si pendiam akan sangat senang merajut kepada rakyatnya, suka mengeluh, serta membiarkan rakyatnya ditindas, bodoh, tidak berdaya, dan menjadi bulan-bulanan masalah yang berkepanjangan. Pemimpin yang diam tidak akan memiliki visi besar untuk membangun kemajuan bangsanya, cenderung ragu, takut dan tidak akan berbuat kecuali untuk keselamatan dan kenyamanan dirinya semata.
Pemimpin yang diam hanya akan membiarkan kekayaan bangsanya dijarah dengan leluasa oleh bangsa lain, layaknya pesta besar, di tengah derita rakyatnya yang bodoh, menderita dan kelaparan. Pemimpin yang diam saat rakyat dililit multikrisis yang pelik dan mencekik, sama buruknya dengan pemimpin yang suka membuat keributan saat rakyat menginginkan hidup berkonsentrasi untuk menciptakan dan menggerakkan kemajuan. Sungguh, diam selamanya akan menjadi problem dasar dalam kehidupan.
DIAM MUSUH KEKSUKSESAN NO. 1. HAL 30. PENULIS ASHOFF MURTADHA
No comments:
Post a Comment